Senin, 03 Juni 2013
hukum kirchoff
Pada
peralatan listrik, kita biasa menjumpai rangkaian listrik yang
bercabang-cabang. Untuk menghitung besarnya arus listrik yang mengalir
pada setiap cabang yang dihasilkan oleh sumber arus listrik. Gustav
Kirchhoff (1824-1887) mengemukakan dua aturan hukum yang dapat digunakan untuk membantu perhitungan tersebut. Hukum Kirchoff pertama disebut hukum titik cabang dan Hukum Kirchhoff kedua disebut hukum loop, dan untuk mengetahui lebih jelasnya silahkan dibaca hingga habis..!!!
Hukum Kirchoff 1
Di
pertengahan abad 19 Gustav Robert Kirchoff (1824 – 1887) menemukan cara
untuk menentukan arus listrik pada rangkaian bercabang yang kemudian di
kenal dengan Hukum Kirchoff. Hukum ini berbunyi “ Jumlah kuat arus yang masuk dalam titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan”. Yang kemudian di kenal sebagai hukum Kirchoff I. Secara matematis dinyatakan :
Bila digambarkan dalam bentuk rangkaian bercabang maka akan diperoleh sebagai berikut:
Hukum Kirchoff 2
Hukum Kirchoff secara keseluruhan ada 2, setelah yang diatas dijelaskan tentang hukum
beliau yang ke 1. Hukum Kirchoff 2 dipakai untuk menentukan kuat arus
yang mengalir pada rangkaian bercabang dalam keadaan tertutup (saklar
dalam keadaan tertutup).Perhatikan gambar berikut!
Hukum Kirchoff 2 berbunyi: "Dalam rangkaian tertutup, Jumlah aljabbar GGL (E) dan jumlah penurunan potensial sama dengan nol".
Maksud dari jumlah penurunan potensial sama dengan nol adalah tidak ada
energi listrik yang hilang dalam rangkaian tersebut, atau dalam arti
semua energi listrik bisa digunakan atau diserap.
Dari gambar diatas kuat arus yang mengalir dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa aturan sebagai berikut:
1) Tentukan arah putaran arusnya untuk masing-masing loop
2) Arus yang searah dengan arah perumpamaan dianggap positif
3) Arus yang mengalir dari kutub negatif ke kutup positif di dalam elemen dianggap positif
4) Pada loop dari satu titik cabang ke titik cabang berikutnya kuat arusnya sama
5) Jika hasil perhitungan kuat arus positif maka arah perumpamaannya benar, bila negatif berarti arah arus berlawanan dengan arah pada perumpamaan.
laporan praktikum pembiasan cahaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Adanya
cahaya begitu menarik perhatian rasa ingin tahu manusia selama berabad-abad.
Pada mulanya cahya hanya diangap sebagai sesuatu yang memancar dari mata. Pada
pekembangannya disadari bahwa cahaya adalah obyek-obyek yang terlihat dan
memasuki mata sehingga menyebabkan sensati penglihatan. Adapun hal yang paling
menarik dalam sejarah sains sendiri perihal cahaya adalah pertanyaan apakah
cahaya terdiricdari sebuah sorotan dari partikel-partikel atau semacam gerakan
gelombang (Tipler, 1991).
Cahaya
merupakan suatu gejala gelombang elektromagnet. Akibat sifatnya yang dapat
menjalar, cahaya sering ditinjau berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi
bila dalam penjalarannya mengalami perubahan medium. Cahaya hanya menjalar
sebagai gelombang tranversal dengan dua macam komponen getar, yaitu komponen
medan listrik dan kompnen medan imbas magnet. Olehnya karenanya keadaan
tersebut turut diamati secara eksperimental (Renreng, 1985).
1.2 Tujuan
Percobaan
1.
Membuktikan hukum pembiasan Snellius tentang pembiasan cahaya
2. Membuktikan
adanya pergeseran berkas cahaya pada kaca planparalel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cahaya
menjalar sebagai gelombang tranversal dengan dua macam komponen dasar, yaitu
satu komponen medan listrik dan satu komponen medan imbang magnet (Abdullah
Renreng, 1985).
Untuk
gelombang cahaya sebagai daerah gelombang elektromagnet tampak spektrumnya.
Ternyata bila dalam penjalarannya mengalami peralihan dari suatu medium bening
ke medium bening lainnya, maka berkas cahaya yang bersangkutan niscaya
mengalami pembelokan. Gejala ini disebut pembiasan (refraction) cahaya. Selain
itu, secara fisika niscaya pada batas medium cahaya akan mengalami pemantulan
(Refrection). Dengan konsep gelombang elektromagnet Maxwell, kedua gejala yang
disebutkan ini kiranya dapat dibahas tanpa menggunakan konsep-konsep tambahan.
Untuk itu kita perkenalkan apa yang dinamakan Asas Huygens,yang telah digunakan
untuk membahas gejala serupa sebelum diketahui hakikat cahaya menurut konsep
Maxwell (Abdullah Renreng, 1985).
Secara
singkat asas huygens itu dapat kita nyatakan dalam rumusan sebagai berikut :
- Semua titik pada muka-gelombang dapat dipandang sebagai sumber titik yang menghasilkan gelombang sferis (bola) sekunder (spherical secondary wavelet).
- Setelah selang waktu t, posisi muka-gelombang yang baru adalah permukaan selubung yang menyinggung semua gelombang sekunder ini.
(Abdullah Renreng, 1985).
Setelah kita
meninjau pernyataan asas Huygens, maka marilah kita meninjau pula proses yang
terjadi sebagai akibat peralihan penjalaran gelombang cahaya dari suatu media
ke media lain. Dalam hubungan ini Snellius telah menyelidiki hal tersebut. Ia menemukan, bahwa berkas cahaya yang
datang dari suatu media ke media lain. Maka pada batas media sebagaian
intensitas cahaya yang datang akan dipantulkan dan yang lainnya akan dibiaskan.
Selain hal itu Snellius juga mengamati tiga hal yang berlaku secara umum untuk
sembarang keadaan peralihan media. Ketiga hal itu adalah:
- Cahaya datang, cahaya terpantul, dan cahaya terbias, terletak dalam sutau bidang yang sama.
- Sudut datang berkas cahaya datang terhadap garis normal sama besar dengan sudut pantul berkas cahaya terpantul.
- Perbandingan antara dalam sudut datang berkas cahay datang dengan sinus bias cahaya terbias terhadap garis normal tertentu untuk suatu bahan yang tertentu pula.
(Abdullah Renreng, 1985).
Sebelum kita
merumuskan gejala yang pertama kali diamati oleh Snellius, maka terlebih dahulu
kita merumuskan apa yang dinamakan indeks bias bahan. Dalam hal ini indeks bias
suatu bahan ialah perbandingan antara kelajuan cahaya dalam ruang hampa dengan
kelajuan cahaya dalam media bahan yang bersangkutan. Jika kelajuan cahaya dalam
media bahan kita tandai dengan V dan kelajuan cahaya dalam ruang hampa kita
tandai dengan c, maka indeks bias bahan tersebut akan ditentukan oleh :
Karena c lebih besar dari V, maka indeks
bias suatu bahan selalu lebih besar dari 1 (satu) (Abdullah Renreng, 1985).
Sekarang
marilah kita meninjau perumusan gejala yang diamati oleh snellius yang
disebutkan di atas. Dalam hal ini yang penting kita tinjau ialah butir ketiga
hasil pengamatan Snellius itu.
berkas
garis normal
cahaya datang
B berkas cahaya terpantul
n2 A
C
(Abdullah
Renreng, 1985).
Untuk
keperluan itu suatu berkas cahaya yang semula menjalar pada media dengan indeks
bias n1 kemudian berakih ke media dengan
indeks bias n2. misalkan n2 lebih besar dari n1, maka akan teramati bahwa
cahaya akan dibelokkan mendekati garis
normal. Ini dapat dijelaskan
, karena secara fisis suatu gelombang akan memilih lintasan terkecil/terpendek
bila kelajuannya mengecil. Karena n2 > n1. maka kelajuan cahaya dalam media
kedua tersebut akan lebih kecil, yakni V2= c/n2 < V1 = c/n1. dengan
keterangan ini, maka bagan cahaya datang, cahaya terpantul dan cahaya terbias
akan dapat dilukiskan seperti gambar 1. Pada bagan itu kita pilih suatu titik
sembarangan A yang terletah pada gari batas antara kedua media, kemudian dari
titik itu kita tarik garis tegak lurus terhadap garis berkas cahaya terpantul
dan berkas cahaya terbias, maka titik B dan C masing-masing pada berkas cahaya
terpantul dan ppada berkas cahaya terbias. Dalah pada permukaan gelombang yang
sama. Ini berarti lintasan OB dan OC ditempuh dalam waktu yang sama. Atas dasar
itu, dan memperhatikan bagan pada gambar di atas, maka:
Sehingga
atau
atau
dengan t menyatakan waktu penjalaran
gelombang cahaya terpantul dan terbias untuk mengalami lintasan optisnya
masing-masing dari O ke B dan dari O ke C. Kita melihat dari perumusan ini,
karena n2/n1 tertentu, maka sin Sinθ1/Sin θ2 juga tertentu. Ini berarti telah
sesuai dengan butir ketiga hasil pengamatan snellius ; dan perumusan itu dikenal
sebagai hukum snellius (Abdullah Renreng, 1985).
Indeks bias
bergantung bukan hanya pada macam zat tetapi juga pada panjang gelombang
cahaya. Bila panjang gelombang tidak disebutkan, biasanya indeks bias yang
diambil ialah indeks bias cahaya kuning natrium yang panjang gelombang 589 nm
(Sears dan Zemansky, 1991)
Indeks bias
gelas yang umum digunakan untuk alat optik terletak antara 1,46 dan 1,96.
Sedikit sekali yang indeks biasnya lebig besar dari harga ini. Salah satunya
ialah intan, yang indeks biasnya 2,42, lainnya ialah rutl, yang indeks biasnya
2,7 (Sears dan Zemansky, 1991)
Indeks bias
udara pada kondisi standar, untuk cahaya violet yang panjang gelombangnya 436
nm adalah 1,0002957. Sedangkan untuk cahaya merah yang panjang gelombangnya 436
nm, indeks biasnya 1,0002914. Dengan demikian untuk kebanyakan keperluan,
indeks bias udara dianggap satu. Indeks bias gas bertambah sesuai dengan
kerapatan gas yang bersangkutan. Maka
berdasarkan persamaan diatas, sudut bias Øa selalu lebih kecil dari sudut datang
Øv, untuk inar datang melewati ruang vakum ke salah satu benda, dimana semua
angka indeks lebih besar satu. Dalam hal demikian, sinar melentur ke arah garis
normal. Jika cahaya bergerak ke arah yang berlawanan, kebalikannya yang terjadi
dan sinar melentur menjauhi garis normal
![]() |
![]() |
||
(Sears dan Zemansky, 1991).
Maka kita
tinjau benda sejajar berbentuk pelat-pelat satu terbuat dari zat a dan batas
satu lagi dari zat b yang dipisahkan oleh suatu ruang seperti pada gamabar
diatas. Umpamakan medium sekeliling kedua pelat itu suatu vakum, meskipun
perilaku cahaya tidak akan berbeda sekiranya dikelilingi oleh udara. Jika
sebuah sinar monokromatik datang dari kiri bawah benda dan memebentuk sudut
datang Øv, maka sudut antara sinar dan garis normal dalam zat a adalah Øa, dan
cahaya yang keluar dari zat a membentuk sudut Øv yang sama besarnya dengan
sudut datangnya. Sebab itu sinar cahaya memasuki pelatb. Tentu saja lintasan
sama akan dilaluinya jika sinar cahaya yang sama datang dari kanan atas dan
masuk zat b dengan membentuk sudut Øv. Selain itu, perilaku cahaya seperti ini
tidak tergantung pada tebal ruang antara kedua pelat (Sears dan Zemansky, 1991).
Untuk cahaya
yang memasuki kaca dari udara, ada sebuah ketertinggalan fase (phase lag)
antara gelombang yang diradisiakan kembali dan gelombang datang. Demikian juga
ada ketertinggalan fase antara gelombang hasil (resultan) dari gelombang
datang. Ini berarti puncak gelombang yang dilewatkan akan diperlambat relatif
terhadap posisi puncak gelombang dari gelombang datang di dalam medium
tersebut. Jadi pada waktunya, gelombang yang dilewatkan tidak berjalan di dalam medium sejauh
gelombang datang aslinya. Jadi kecepatan
gelombang yang dilewatkan lebih kecil dari kecepatan gelombang datang. Indeks
bias yaitu, perbandingan laju cahaya diruang hampa terhadap laju cahaya di
dalam medium, selalu lebih besar dari 1 (Tipler, 1991).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini
adalah :
1. Light Box berfungsi sebagai kotak untuk mengatur
dan menfukoskan cahaya lampu.
2. Meja Optik berfungsi sebagai alas bidang
bias yang dilengkapi dengan skala ukur sudut.
3. Power Supply 12 V berfungsi sebagai sumber tegangan untuk
menyalakan lampu.
4. Glass Half Round Block berfungsi
sebagai bidangb bias percobaan hukum Snelliu.
5. Connecting Lead berfungsi sebagai
penghubung antara power supply dengan light box.
6.
Kaca planparalel berfungsi sebagai
bahan uji pada percobaan perhitungan pergeseran cahaya.
3.2
PROSEDUR
PERCOBAAN
A. Pembiasan
Cahaya ( Hukum Snellius )
1.
Merangkai alat seperti pada gambar dibawah ini :
![]() |
|||||
![]() |
2.
Meletakkan glass half round block pada tengah-tengah meja optik, dimana sisi
datarnya berimpit dengan garis tengah meja optik dan menghadap pada light box.
3. Menyalakan lampu light box dan pasang kisi pada tempatnya.
4. Mengarahkan berkas sinar mulai dari 0º, 15º,
30º (sudut datang) sampai 90º.
5. Membaca sudut bias yang dihasilkan dengan
melihat secara tegak lurus sisi samping berkas sinar bias pada glass half round
block.
TUGAS PENDAHULUAN
- Apa yang dimaksud dengan indeks bias, indeks bias mutlak, dan indeks bias relatif ?
- Apa yang dimaksud dengan sudut kritis ?
- Apa hubungan antara indeks bias dengan cepat rambat cahaya ?
- Jelaskan apa yang dimaksud dengan kaca planparalel dan buktikan rumus pergeseran cahaya ?
Jawaban:
1. - Indeks bias adalah suatu keadaan
dimana sinar dibiaskan dari medium
yang satu kemedium yang lainnya.
- Indeks bias mutlak adalah suatu ukuran
kemampuan medium untuk membelokkan cahaya (nilai indeks bias udara yang
bernilai 1).
- Indeks bias relatif adalah suatu ukuran
dimana suatu sinar merambat dari medium 1 terhadap medium 2.
- Sudut Kritis adalah sudut datang dari medium yang lebih rapat menuju medium yang kurang rapat, yang menghasilkan sudut bias 90º.
- Hubungan antara indeks bias dengan
cepat rambat cahaya adalah ketika cahaya merambat dari suatu medium
menuju medium lainnya, maka frekuensinya tetap atau tidak berubah,
sehingga f1 = f2 = f (cat : bahwa v =
f ). Dengan
demikian, didapat hubungan antara cepat rambat cahaya dengan indeks bias
yaitu :
4. Bukti dari rumus pergeseran cahaya
pada kaca Planparalel adalah :
Persamaan :
Jika : 
= 1
i1 =
r2
pergeseran
sinar :
t = AB sin

=
AB sin (i – r)
Jika
= i – r
Sehingga pergeseran sinar adalah :
Keterangan
:
t = besar
pergeseran sinar
d = tebal
kaca planparalel
i = sudut
datang
r = sudut
bias
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
A. Pembiasan cahaya pada Glass Half Round Block
|
Sudut
datang (i)
|
Sudut
bias (r)
|
Sin i
|
Sin r
|
|
|
10o
20o
30o
40o
45o
50o
60o
70o
80o
|
6o
13o
19o
25o
28o
30o
34o
38o
40o
|
0,17
0,34
0,5
0,64
0,71
0,77
0,87
0,94
0,98
|
0,10
0,22
0,33
0,42
0,47
0,5
0,56
0,62
0,64
|
1,7
1,55
1,52
1,52
1,51
1,54
1,55
1,52
1,53
|
B. Pembiasan cahaya pada kaca planparalel
|
Sudut datang (i)
|
Sudut bias (r)
|
Sin (i-r)
|
Cos r
|
|
|
10o
20o
30o
40o
45o
50o
60o
70o
80o
|
8o
16o
25o
33o
36o
40o
48o
70o
76o
|
0,03
0,07
0,09
0,12
0,16
0,17
0,20
0
0,07
|
0,99
0,96
0,91
0,84
0,81
0,77
0,67
0,34
0,24
|
0,038
0,088
0,113
0,175
0,25
0,275
0,375
0
0,363
|
4.2 Analisa Data
A. Perhitungan
Pembiasan cahaya pada Glass Half Round
Block
sesatan alat:
Jangka sorong (
) = 
=
5 x 10-5
sudut datang = sudut bias
= ½ x 5 o =
2,5 o
Contoh perhitungan:
Diketahui :
i = 10o
r = 6o
sin i = 0,17
sin r = 0,10
cos i = 0,98
cos r = 0,99
Ditanya :
a. n = .
. .
b.
=
. . .
c. Kesalahan relatif = . . .
Jawab:
a. n = 
= 
= 1,7
b. 

= 24,5 + 0,17
= 24,67
Data hasil perhitungan untuk Glass Half Round Block
|
Sudut
datang (i)
|
Sudut
bias (r)
|
Sin i
|
Sin r
|
Cos i
|
Cos r
|
n
|
|
|
10o
20o
30o
40o
45o
50o
60o
70o
80o
|
6o
13o
19o
25o
28o
30o
34o
38o
40o
|
0,17
0,34
0,5
0,64
0,71
0,77
0,87
0,94
0,98
|
0,10
0,22
0,33
0,42
0,47
0,5
0,56
0,62
0,64
|
0,98
0,94
0,87
0,77
0,71
0,64
0,5
0,34
0,17
|
0,99
0,97
0,95
0,91
0,88
0,87
0,83
0,79
0,77
|
1,7
1,55
1,52
1,52
1,51
1,54
1,55
1,52
1,53
|
24,93
11,56
7,91
6,34
5,80
5,41
4,85
4,34
3,84
|
|
|
|
|
|||||
c. Kesalahan relatif = 
= 
=
18,61 %
Pembiasan cahaya pada kaca planparalel
Contoh perhitungan:
Diketahui :
i = 10o
r = 8o
sin i = 0,17
sin r = 0,14
cos i = 0,98
cos r = 0,99
sin (i-r)= 0,03
cos (i-r)= 0,99
d = 5,09.10-2 m
Ditanya :
a. t = . . .
b.
=
. . .
c. Kesalahan relatif = . .
.
Jawab :
a. 
= 
= 1,54 x 10-3m
b. ∆t = 

= 

= [1,75.10-6 +
0,128 + 0,116]
= 0,24 m.
Data hasil perhitungan untuk kaca planparalel
|
i
|
r
|
Sin i
|
Sin r
|
Cos i
|
Cos r
|
Sin (i-r)
|
Cos
(i-r)
|
t (m)
|
|
|
10o
20o
30o
40o
45o
50o
60o
70o
80o
|
8o
16o
25o
33o
36o
40o
48o
70o
76o
|
0,17
0,34
0,5
0,64
0,71
0,77
0,87
0,94
0,98
|
0,14
0,28
0,42
0,54
0,59
0,64
0,74
0,94
0,97
|
0,98
0,94
0,87
0,77
0,71
0,64
0,5
0,34
0,17
|
0,99
0,96
0,91
0,84
0,81
0,77
0,67
0,34
0,24
|
0,03
0,07
0,09
0,12
0,16
0,17
0,20
0
0,07
|
0,99
0,99
0,99
0,99
0,99
0,98
0,98
1
0,99
|
0,038
0,088
0,113
0,175
0,25
0,275
0,375
0
0,363
|
0,24
0,21
0,17
0,15
0,39
0,49
0,3
0,39
2,89
|
|
|
|
|
|||||||
c. Kesalahan relatif = 
= 
=
32,07 %
4.3 Pembahasan
Percobaan yang telah dilakukan membuktikan bahwa hukum snellius benar,
yaitu bahwa jika seberkas cahaya datang melewati 2 medium yang berbeda kerapatan dan indeks biasnya maka cahaya
tersebut akan dibelokkan menjauhi atau mendekati garis normal.
Percobaan yang telah dilakukan untuk membuktikan Hukum Snellius itu yaitu
dengan memakai kaca planparalel dan glass half round block, dimana pada
percobaan ini menggunakan sudut datang antara 10o-80o.
pada percobaan tersebut masing-masing sinar datang dibelokkan atau dibiaskan
mendekati garis normal, hal ini terbukti dengan adanya sudut bias yang selalu
lebih kecil daripada sudut datang, baik dengan menggunakan kaca planparalel maupun glass half round
block. Hal ini dikarenakan cahaya
datang melalui medium yang renggang menuju medium yang lebih rapat.
Pada percobaan menggunakan
kaca planparalel dan glass half round block terdapat suatu perbedaan dalam hal
pembiasan cahaya yaitu bias yang dihasilkan oleh kaca planparalel lebih besar
dibandingkan dengan sudut bias yang dihasilkan glass half round block. Ini
dibuktikan dengan data-data yang telah didapat pada saat praktikum . ini
berarti bahwa glass half round block lebih rapat dibandingkan dengan kaca
planparalel.
Terlihat pada rafik bahwa kaca
planparalel semakin tinggi harga sin r maka akan semakin rendah harga sin i
begitu pula sebaliknya semakin rendah harga sin r maka akan semakin tinggi
harga sin i dan sin r pada kaca planparalel berupa garis lurus yang selalu menurun.
Sebaliknya seperti terlihat pada grafik glass half round block bahwasemakin
rendah sin r maka akan semakin pula harag sin (i-r) ini berarti hubungan antara
sin r dan sin (i-r) pada glass half round block sebanding yaitu jika cos r
tinggi maka sin (i-r) akan tinggi dan sebaliknya jika cos r rendah maka sin
(i-r) akan mengikutinya pula sehingga dapat dilihat grafik hubungan antara sin
(i-r) dan cos r pada glass half round block berupa garis lurus yang selalu naik
dari kiri ke kanan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Sinar melewati medium yang
berbeda yaitu dari udara ke kaca dan ke udara lagi yang menyebabkan sinar
mengalami pembelokkan atau pembiasan.
2. Sudut bias selalu lebih kecil
dari sudut datang artinya sinar
dibiaskan mendekati garis normal
3. Sinar melwati medium yang memiliki indeks bias
yang berbeda.
4. Pada pembiasan dengan kaca
planparalel terjadi pergeseran berkas cahaya sebesar nilai ’t’.
5. Semakin besar sudut datang (i) maka akan
semakin besar pula sudut bias (r).
5.2 Saran
Akan lebih
baik jika secara berkala semua alat praktek dibersihkan atau bahkan atau bahkan
diperbaiki jika ada kerusakan, sehingga pengambilan data pada saat percobaan
dilakukan tanpa adanya kendalanya.
DAFTAR PUSTAKA
Renreng, Abdullah. 1985. Asas-asas Ilmu alam Universitas. Lembaga Penerbitan Universitas
Hasanuddin: Ujung pandang.
Sears dan Zemansky. 1991. Fisika untuk
Universitas II. Bina Cipta. BandungTipler, Paul. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Erlangga: Jakarta.
Langganan:
Komentar (Atom)








